LITERASI DALAM ARTI LUAS

Mendengar nama Rumah Koran pertama kali dari seorang teman yang menjanji akan mengantar kami ke sini sejak berbulan2 lalu. Bahkan ajakan itu entah berapa kali disebut dalam group wa kami. Tapi janji tinggallah janji. Ada hal yang jauh lebih urgen tuk dia tunaikan. Bagi saya, janji itu adalah komitmen hati yang mungkin akan sedikit berubah kala ada hal emergency, seperti ban motor kak Jamaluddin DgAbu yang bocor saat menuju pulang tuk menemui kami. Bukan emergency karena kue manis apalagi makhluk manis. 



Beruntung saya mengenal kak Jamal, founder Rumah Koran, lewat upgrading SDGs. Sehingga bisa mengontak nomornya di Jumat pagi kemarin, saat perjalanan ke Kanreapia.
Saya masih ingat betapa cerewetnya saya menanyakan kegiatan rumah koran saat uograding itu. Bagi saya, kak Jamal merupakan sosok anak kampung yang "belajar di kota dan pulang bekerja di kampung".
Rumah Koran adalah cerminan betapa literasi itu tak terbatas pada baca tulis hitung saja. Ada proses berfikir. nalar, dan mewujudkan banyak hal yang lebih berwarna, yang bisa dibaca dan dirasa oleh lebih banyak orang. 


Kami memanen sendiri wortel, seledri dan daun bawang di sini. Sayuran lainnya masih proses bertumbuh. Saya pikir panen seledri sama saja dengan cara panen wortel. Tinggal cabut. Ternyata beda. Hahaha. 


Berangkat dari sebuah rumah baca yang kemudian berkembang menjadi tempat belajar bagi anak-anak dan petani. Tiga titik lokasi kebun percontohan organik merupakan salah satu kegiatan di tempat ini. 

Tak hanya itu, rumah koran saat ini juga turut menggalang warga sekitar tuk pemeliharaan kebersihan dan alur alur sungai.
Ada banyak kegiatan di rumah koran yang tak bisa saya tuliskan di sini. Datang langsung lah ke sini tuk tahu lebih banyak. Kata kak Jamal "Datang maki' lagi".
Ya..kami akan datang lagi. "40 harinya pi" demikian istilah Eki.
Ke depan, kami kan datang tanpa harus menanti ada orang yang mau merealisasikan janjinya. Salam Literasi!